Suatu hari seorang anak laki-laki sedang
memperhatikan sebuah kepompong, eh ternyata di dalamnya ada kupu-kupu yang
sedang berjuang untuk melepaskan diri dari dalam kepompong. Kelihatannya begitu
sulitnya, kemudian si anak laki-laki tersebut merasa kasihan pada kupu-kupu itu
dan berpikir cara untuk membantu si kupu-kupu agar bisa keluar dengan mudah.
Akhirnya si anak laki-laki tadi menemukan ide dan segera mengambil gunting dan
membantu memotong kepompong agar kupu-kupu bisa segera keluar dr sana. Alangkah
senang dan leganya si anak laki laki tersebut.Tetapi apa yang terjadi? Si
kupu-kupu memang bisa keluar dari sana. Tetapi kupu-kupu tersebut tidak dapat
terbang, hanya dapat merayap.
Apa sebabnya? Ternyata bagi seekor kupu-kupu yang sedang
berjuang dari kepompongnya tersebut, yang mana pada saat dia mengerahkan
seluruh tenaganya, ada suatu cairan didalam tubuhnya yang mengalir dengan kuat
ke seluruh tubuhnya yang membuat sayapnya bisa mengembang sehingga ia dapat
terbang, tetapi karena tidak ada lagi perjuangan tersebut maka sayapnya tidak
dapat mengembang sehingga jadilah ia seekor kupu-kupu yang hanya dapat merayap.
Itulah potret singkat tentang pembentukan karakter, akan terasa jelas dengan memahami contoh kupu-kupu
tersebut. Seringkali orangtua dan guru, lupa akan hal ini. Bisa saja mereka tidak mau repot, atau
kasihan pada anak. Kadangkala Good Intention atau niat
baik kita belum tentu menghasilkan sesuatu yang baik. Sama seperti pada saat
kita mengajar anak kita. Kadangkala kita sering membantu mereka karena kasihan
atau rasa sayang, tapi sebenarnya malah membuat mereka tidak mandiri. Membuat potensi dalam dirinya tidak berkembang.
Memandulkan kreativitasnya, karena kita tidak tega melihat mereka mengalami
kesulitan, yang sebenarnya jika mereka berhasil melewatinya justru menjadi kuat
dan berkarakter.
Sama halnya bagi pembentukan karakter seorang anak, memang butuh waktu dan komitmen dari
orangtua dan sekolah atau guru untuk mendidik anak menjadi
pribadi yang berkarakter. Butuh upaya, waktu dan cinta dari lingkungan yang merupakan tempat dia bertumbuh, cinta
disini jangan disalah artikan memanjakan. Jika kita taat dengan proses ini maka
dampaknya bukan ke anak kita, kepada kitapun berdampak positif, paling tidak karakter sabar, toleransi, mampu memahami masalah dari sudut
pandang yang berbeda, disiplin dan memiliki integritas (ucapan dan tindakan
sama) terpancar di diri kita sebagai orangtua ataupun guru. Hebatnya, proses ini mengerjakan pekerjaan baik bagi
orangtua maupun guru dan anak jika kita komitmen pada proses pembentukan karakter.
Dalam berkomunikasi, orang tua
hendaknya menjadi pendengar yang baik, tidak menyela pembicaraan,
mengganti pernyataan dengan pertanyaan, berempati terhadap anak dan
masalahnya, tidak berkomentar sebelum diminta. Kalaupun berkomentar.
Melewati Fase Kritis Anak
Ada enam fase kritis, yang dilalui anak hingga menjadi dewasa. Orang tua
dan guru hendaknya memahaminya sebagai suatu yang normal. untuk
menandai dan menyikapi fase-fase pertumbuhan anaknya mulai dari balita,
usia TK, usia SD, usia SMP, usia SMA, hingga usia kuliah. Satu hal yang
penting tak boleh dilepaskan dalam masing-masing fase itu,
Usia balita
Ciri-ciri: merasa selalu benar, memaksakan kehendak, tidak mau berbagi. Peran orang tua:
- Berikan kesempatan anak beberapa detik untuk berkuasa.
- Berikan kesempatan beberapa detik untuk memiliki secara penuh.
- Perkenalkan pada arti boleh dan tidak boleh dengan menggunakan ekspresi wajah.
- Konsisten dan jangan menggunakan kekerasan baik suara maupun fisik.
Usia TK
Ciri-ciri: konflik adaptatif, imitatif, berbagi, dan mau mengalah.
Ketiga sifat terakhir ini karena anak ingin diterima dalam kelompok.
Peran orang tua:
- Beri kesempatan untuk memerhatikan, mencoba, dan bekerja sama.
- Perhatikan dan luruskan perilaku imitatif yang cenderung negatif.
- Dukunglah anak untuk bisa berbagi dan mengalah.
Usia SD
Ciri-ciri: anak ingin mendapat pengakuan diri. Karena itu, ciri-ciri
utamanya punya pendapat berbeda, penampilan berbeda, gaya bicara
berbeda, dan hobinya pun berbeda.
Peran orang tua:
- Menghargai pendapatnya dan jangan menyalahkan.
- Ajaklah dialog logika dan pengalaman.
- Pujilah hal-hal yang baik dari penampilannya, bantulah dengan kalimat positif untuk bisa tampil lebih baik lagi.
- Jangan langsung menyela gaya bicaranya, bangun ketertarikan dan bantulah dia untuk bisa lebih punya gaya bicara yang menarik.
Usia SMP
Ciri-ciri: anak memasuki persaingan. Karena itu anak mengalami konflik antarpersonal, konflik antarkelompok, dan konflik sosial.
Peran orang tua:
- Meningkatkan proses kedekatan dengan anak melalui dialog dan berbagai cara.
- Jadilah pendengar yang baik dan buka menjadi hakim.
- Jangan pernah menyela pembicaraan dan cerianya.
- Jangan beri komentar atau nasihat sebelum tiba waktunya.
Sekarang para orang tua harus lebih perduli lagi, karna karakter pada anak harus terus diperhatikan agar kedepanya tidak akan menjadi masalah yang terlalu buruk, untuk sang anak dan untuk orang tuanya.
HEAD OFFICE
Jl. Purnawirawan (Gg.Ratu) No. 18 Gedong Meneng, Bandar Lampung .
Telp. 0721-712029
Jl. Purnawirawan (Gg.Ratu) No. 18 Gedong Meneng, Bandar Lampung .
Telp. 0721-712029
0 komentar:
Posting Komentar