Masih banyak orang tua yang belum sadar pentingnya imunisasi
campak untuk bayi. Data dari WHO dan UNICEF menyebutkan, Indonesia
berada di posisi ke-4 sebagai negara dengan banyak anak yang tidak
diimunisasi atau diimunisasi tetapi tidak lengkap. Padahal, penyakit
campak itu berbahaya, bunda. Campak mudah menulari anak-anak. Bila anak
terjangkit virus campak, yang diserang adalah sistem kekebalan
tubuhnya. Tingkat risiko paling tinggi adalah bila menyerang anak di
bawah usia 5 tahun atau balita, karena dapat mengakibatkan komplikasi
fatal berkaitan dengan radang paru-paru (pneumonia), diare, radang telinga (otitis media) dan radang otak (ensefalis).
Banyak anak yang mampu bertahan dari penyakit campak, harus hidup
dengan cacat seumur hidup, termasuk kebutaan, tuli atau kerusakan otak.
Tragis.
Mengapa para bunda lalai mengimunisasi balitanya? Pada sebuah kesempatan, Ayah bunda turut bersama UNICEF melakukan penyisiran ke rumah-rumah di kota Banda Aceh untuk mencari tahu. Cut Nurmala, warga Lampulo, Banda Aceh, yang memiliki anak balita umur 1,5 tahun, menolak anaknya diimunisasi karena khawatir terserang demam sesudahnya. Bunda lainnya, Susi (30), juga tidak mau membawa balitanya Zaskia (4), karena menurutnya anaknya sehat-sehat saja, tidak butuh diimunisasi. "Menghadapi kasus-kasus seperti itu, petugas kesehatan dari puskesmas atau kader posyandu harus lebih proaktif mengedukasi warganya," ujar Dr. Vinod Bura, Health Specialist UNICEF.
Ada juga penolakan masyarakat terhadap imunisasi karena khawatir efek samping (kejadian ikutan pasca imunisasi/KIPI), isu obat imunisasi tidak halal dan karena tidak paham dampak bila anak tidak diimunisasi. Padahal menurut Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan lingkungan (P2PL) Departemen Kesehatan RI, Prof. Tjandra Yoga, vaksin campak sudah dinyatakan halal oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Vaksin itu juga aman. Meski bisa menimbulkan reaksi pada sedikit anak, jarang yang serius, paling-paling ruam kulit ringan, demam ringan atau pilek.
Vinod, yang juga spesialis ilmu kesehatan masyarakat berkata, "Risiko tidak diimunisasi lebih besar daripada bila diimunisasi. Jika di suatu daerah 100% anak diimunisasi campak, sebenarnya efektivitasnya hanya 85%, karena 15% anak kebal terhadap imunisasi." Namun, bila kesadaran akan pentingnya imunisasi campak turun, maka tingkat penyebaran wabah campak akan semakin tinggi. Ini berarti jumlah anak yang berpotensi menyebarkan wabah campak kepada teman-temannya pun semakin tinggi!
Kota belum tentu aman dari wabah. Menurut Dr. Vinod Bura, bukan cuma balita di daerah pedesaan atau pedalaman saja yang suka terlewat imunisasinya. Yang tinggal di perkotaan seperti di perumahan atau gedung-gedung apartemen, juga banyak yang melewatkan imunisasi campak. "Mungkin ibu mengira anaknya aman dari wabah penyakit karena tinggal di lingkungan yang bersih dan sehat." Sayangnya, penyebaran penyakit tidak memandang alamat rumah si balita. Virus campak yang mudah menular -lewat percikan ludah di udara saat orang batuk atau bersin- berpindah dengan mudah di tempat-tempat umum, seperti bandara, pelabuhan, lalu menyebar ke mal, pusat rekreasi, lembaga preschool dan akhirnya... ke rumah Anda!
Jadi, selagi bisa, tangkal dengan imunisasi campak saat usia bayi 9 bulan dan imunisasi ulangan di usia 6 tahun. Imunisasi adalah memasukkan virus yang sudah dilemahkan ke dalam tubuh. Fungsinya, untuk merangsang tubuh membentuk sistem kekebalan. Jadi, kalau ada bibit penyakit yang masuk, secara otomatis tubuh akan melawannya. Jadi, hal ini sangat penting untuk menghindarkannya dari penyakit.
Mengapa para bunda lalai mengimunisasi balitanya? Pada sebuah kesempatan, Ayah bunda turut bersama UNICEF melakukan penyisiran ke rumah-rumah di kota Banda Aceh untuk mencari tahu. Cut Nurmala, warga Lampulo, Banda Aceh, yang memiliki anak balita umur 1,5 tahun, menolak anaknya diimunisasi karena khawatir terserang demam sesudahnya. Bunda lainnya, Susi (30), juga tidak mau membawa balitanya Zaskia (4), karena menurutnya anaknya sehat-sehat saja, tidak butuh diimunisasi. "Menghadapi kasus-kasus seperti itu, petugas kesehatan dari puskesmas atau kader posyandu harus lebih proaktif mengedukasi warganya," ujar Dr. Vinod Bura, Health Specialist UNICEF.
Ada juga penolakan masyarakat terhadap imunisasi karena khawatir efek samping (kejadian ikutan pasca imunisasi/KIPI), isu obat imunisasi tidak halal dan karena tidak paham dampak bila anak tidak diimunisasi. Padahal menurut Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan lingkungan (P2PL) Departemen Kesehatan RI, Prof. Tjandra Yoga, vaksin campak sudah dinyatakan halal oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Vaksin itu juga aman. Meski bisa menimbulkan reaksi pada sedikit anak, jarang yang serius, paling-paling ruam kulit ringan, demam ringan atau pilek.
Vinod, yang juga spesialis ilmu kesehatan masyarakat berkata, "Risiko tidak diimunisasi lebih besar daripada bila diimunisasi. Jika di suatu daerah 100% anak diimunisasi campak, sebenarnya efektivitasnya hanya 85%, karena 15% anak kebal terhadap imunisasi." Namun, bila kesadaran akan pentingnya imunisasi campak turun, maka tingkat penyebaran wabah campak akan semakin tinggi. Ini berarti jumlah anak yang berpotensi menyebarkan wabah campak kepada teman-temannya pun semakin tinggi!
Kota belum tentu aman dari wabah. Menurut Dr. Vinod Bura, bukan cuma balita di daerah pedesaan atau pedalaman saja yang suka terlewat imunisasinya. Yang tinggal di perkotaan seperti di perumahan atau gedung-gedung apartemen, juga banyak yang melewatkan imunisasi campak. "Mungkin ibu mengira anaknya aman dari wabah penyakit karena tinggal di lingkungan yang bersih dan sehat." Sayangnya, penyebaran penyakit tidak memandang alamat rumah si balita. Virus campak yang mudah menular -lewat percikan ludah di udara saat orang batuk atau bersin- berpindah dengan mudah di tempat-tempat umum, seperti bandara, pelabuhan, lalu menyebar ke mal, pusat rekreasi, lembaga preschool dan akhirnya... ke rumah Anda!
Jadi, selagi bisa, tangkal dengan imunisasi campak saat usia bayi 9 bulan dan imunisasi ulangan di usia 6 tahun. Imunisasi adalah memasukkan virus yang sudah dilemahkan ke dalam tubuh. Fungsinya, untuk merangsang tubuh membentuk sistem kekebalan. Jadi, kalau ada bibit penyakit yang masuk, secara otomatis tubuh akan melawannya. Jadi, hal ini sangat penting untuk menghindarkannya dari penyakit.
Kapan saya harus membawa bayi saya untuk diimunisasi?
Lazimnya, anak sampai usia 5 tahun harus diimunisasi sebanyak 13 kali
dengan jadwal terpisah. Biasanya dokter akan memberi Ibu jadwal
imunisasi, agar pemberiannya bisa dipantau dengan baik. Ibu pun akan
mudah melihat imunisasi apa saja yang sudah dan belum diberikan.
Imunisasi apa yang akan didapat bayi saya dan kapan?
Kini, imunisasi bisa dipersingkat dengan vaksin kombinasi.
Vaksin kombinasi atau vaksin kombo adalah gabungan beberapa jenis
virus atau bakteri menjadi satu jenis produk antigen untuk mencegah
penyakit yang berbeda. Praktisnya, pemberian vaksin ini cukup dilakukan
dalam satu suntikan saja. Di Indonesia, vaksin ini harus mendapat izin dari Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan. Vaksin kombinasi tertua yang ada adalah DPT
(Difteri-Pertusis-Tetanus). Dari penggabungan vaksin DPT yang terbukti
aman ini, kemudian timbul ide menggabungkan beberapa vaksin lainnya. Maka jadilah penggabungan vaksin DPT + Hepatitis B, DPT + Hib ( Haemophilus influenzae tipe-B), dan sebagainya. Kini, tersedia juga berbagai vaksin kombinasi jenis lain. Misalnya,
MMR (Mumps Measles Rubella) + Varisela, DPT + Hepatitis B + Hib + IPV
(polio), serta banyak lagi.
Apakah bayi saya akan menderita efek samping?
Alergi terhadap vaksin sangatlah jarang. Jadi Imunisasi cukup amanan
dilakukan. Kalau pun bayi sedikit demam atau mengalami pembengkakan di
tempat suntikan, Ibu bisa memberikan parasetamol yang cocok untuk bayi. Kadangkala bayi mengalami gejala amat ringan dari imunisasi
tersebut. Namun anak Ibu tidak akan menderita efek samping atau
komplikasi yang serius. Risiko terkena penyakit tersebut akan jauh lebih
besar jika bayi Ibu tidak dilindungi.
Jika Ibu khawatir bayi Ibu mengalami reaksi buruk terhadap vaksin, bicarakan dengan bidan atau dokter Ibu.
Biasanya mengalami efek samping sesudah imunisasi itu wajar bunda, yang penting masih dalam tahap sederhana namun biasanya setelah anak melewati fase tersebut tubuhnya tidak akan rentan terkena virus-virus yang berbahaya. Maka dari itu para bunda harus rajin memberikan imunisasi yang penuh untuk sang buah hati karna imunisasi juga berpengaruh kepada otak sang anak dan akan membuat anak di kemudioa hari tidak sakit-sakitan dan tidak mempunyai penyakit yang tidak wajar.
HEAD OFFICE
Jl. Purnawirawan (Gg.Ratu) No. 18 Gedong Meneng, Bandar Lampung . Indonesia
Telp. 0721-712029