Post-power syndrome
adalah suatu gejala yang terjadi dimana si penderita tenggelam dan hidup
di dalam bayang-bayang kehebatan, keberhasilan masa lalunya sehingga
cenderung sulit menerima keadaan yang terjadi sekarang. Post-power syndrome adalah gejala
yang terjadi dimana penderita hidup dalam bayang-bayang kebesaran masa
lalunya (karirnya, kecantikannya, ketampanannya, kecerdasannya, atau hal
yang lain), dan seakan-akan tidak bisa memandang realita yang ada saat
ini. Seperti yang terjadi pada kebanyakan orang pada usia mendekati
pensiun. Selalu ingin mengungkapkan betapa begitu bangga akan masa
lalunya yang dilaluinya dengan jerih payah yang luar biasa.
Penyebab post-power syndrome
Turner & Helms (Supardi, 2002) menggambarkan penyebab terjadinya post-power syndrome dalam kasus kehilangan pekerjaan, yaitu:
- Kehilangan harga diri hilangnya jabatan menyebabkan hilangnya perasaan atas pengakuan diri.
- Kehilangan fungsi eksekutif, fungsi yang memberikan kebanggaan diri.
- Kehilangan perasaan sebagai orang yang memiliki arti dalam kelompok tertentu.
- Kehilangan orientasi kerja.
- Kehilangan sumber penghasilan terkait dengan jabatan terdahulu.
Biasanya Post-power syndrome
banyak menyerang seseorang yang baru pensiun, terkena PHK, seseorang
yang pernah mengalami kecacatan karena kecelakaan, menjelang tua atau
orang yang turun jabatan, dsb. Hal ini semakin diperparah dengan kondisi
mindset individu yang mengatasnamakan jabatan sebagai sesuatu
yang sangat membanggakan pada dirinya. Semua ini bisa membuat individu
pada frustasi dan menggiring pada gangguan psikologis, fisik serta
sosial.
Gejala-gejala individu yang mengalami post-power syndrome
- Gejala fisik: tampak kuyu, terlihat lebih tua, tubuh lebih lemah dan sakit-sakitan.
- Gejala emosi mudah tersinggunng, pemurung, senang menarik diri dari pergaulan, atau sebaliknya cepat marah untuk hal-hal kecil, tak suka disaingi dan tak suka dibantah.
- Gejala perilaku: pendiam, pemalu, atau justru senang berbicara mengenai kehebatan dirinya di masa lalu, mencela, mengkritik, tak mau kalah, dan menunjukkan kemarahan baik di rumah maupun di tempat umum.
Pada beberapa kasus, post-power syndrome yang
berat diikuti oleh gangguan jiwa seperti tidak bisa berpikir rasional
dalam jangka waktu tertentu, depresi yang berat, atau pada karakter
kepribadian introvert.
Langkah pencegahan
Menurut para ahli psikologi, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya post-power syndrome pada diri individu, yaitu:
- Langkah preventif dapat dilakukan dengan mengembangkan pola hidup positif. Pengembangan bola hidup yang positif memberikan energi positif pada pemikiran seseorang, sehingga memiliki kecenderungan untuk tidak terpuruk dalam permasalahannya.
- Langkah perseporatif dapat dilakukan dengan membuka diri pada ajakan untuk membuka kesempatan aktualisasi diri. Dengan memiliki banyak pengalaman, seseorang akan memiliki wawasan yang luas dalam berpikir. Sehingga hilangnya pekerjaan tidak menjadi hal yang mematikan semangat hidup seseorang.
- Langkah kuratif dapat dilakukan dengan bergembira menjalani tantangan hidup. Seseorang yang memiliki pandangan positif pada setiap kesulitan akan mencari solusi dalam setiap masalah hidupnya, bukan memikirkan masalah sebagai problematika yang tak ada solusinya.
Penanganan post-power syndrome
Seseorang yang mengalami post-power syndrome
biasanya menganggap bahwa jabatan atau pekerjaannya merupakan hal yang
sangat membanggakan bahkan cenderung menjadikan pekerjaannya sebagai
dunianya. Sehingga hilangnya pekerjaan karena pensiun atau PHK
memberikan dampak psikologis pada mental seseorang. Penanganan yang bisa
dilakukan pada kasus seperti ini adalah dengan memberikan terapi
kognitif/cognitive behavioral therapy. Dengan terapi kognitif,
diharapkan seseorang dapat mengubah pola pikir yang sebelumnya
membanggakan prestasi, jabatan, dan pekerjaannya, menjadi yakin, percaya
dan menerima bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini. Setelah itu,
temukanlah hal-hal baru yang bisa membanggakan atau memberikan
kebermaknaan hidup. Dalam keadaan seperti ini, keluarga juga memiliki
pengaruh pada terlewatinya fase post-power syndrome. Seseorang
bisa menerima kenyataan dan keberadaannya dengan baik akan lebih mampu
melewati fase ini dibandingkan seseorang yang memiliki konflik emosi.
Pengaruh
Fungsi Keluarga dalam Post Power Syndrome
Keluarga mempunyai pengaruh yang
paling besar ketika terjadinya Post Power Syndrome yang terjadi pada seseorang,
berikut ini merupakan alasan mengapa unit keluarga harus menjadi fokus sentral
dari perawatan pada seseorang yang menderita Post Power Syndrome
2.Ada semacam hubungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatan anggotanya, bahwa peran dari keluarga sangta penting bagi setiap aspek perawatan kesehatan anggota keluarga secara individu, mulai dari strategi- strategi hingga fase rehabilitasi.
3. Dapat mengangkat derajat kesehatan keluarga secara menyeluruh, yang mana secara tidak langsung mengangkat derajat kesehatan dari setiap anggota keluarga.
4. Dapat menemukan faktor – faktor resiko.
5.Seseorang dapat mencapai sesuatu pemahaman yang lebih jelas terhadap individu – individu dan berfungsinya mereka bila individu – individu tersebut dipandang dalam konteks keluarga mereka.
6. Mengingat keluarga merupakan sistem pendukung yang vital bagi individu-individu, sumber dari kebutuhan-kebutuhan ini perlu dinilai dan disatukan kedalam perencanaan tindakan bagi individu-individu.
Fase
Penyesuaian Diri Pada Saat Pensiun
Penyesuaian diri pada saat pensiun
merupakan saat yang sulit, dan terdapat tiga fase proses
pensiun:
1.Preretirement
phase (fase pra pensiun) Fase ini bisa dibagi pada 2 bagian lagi
yaitur em ote dannear . Padar em ote phase, masa pensiun masih dipandang
sebagai suatu masa yang jauh. Biasanya fase ini dimulai pada saat orang
tersebut pertama kali mendapat pekerjaan dan masa ini berakhir ketika orang
terebut mulai mendekati masa pensiun. Sedangkan pada near phase, biasanya orang
mulai sadar bahwa mereka akan segera memasuki masa pensiun dan hal ini
membutuhkan penyesuaian diri yang baik. Ada beberapa perusahaan yang mulai
memberikan program persiapan masa pensiun.
2. Retirement
phase (fase pensiun) Masa pensiun ini sendiri terbagi dalam 4 fase
besar, dan dimulai dengan tahapan pertama yakni honeymoon phase. Periode ini
biasanya terjadi tidak lama setelah orang memasuki masa pensiun. Sesuai dengan istilah
honeymoon (bulan madu), maka perasaan yang muncul ketika memasuki fase ini
adalah perasaan gembira karena bebas dari pekerjaan dan rutinitas. Biasanya
orang mulai mencari kegiatan pengganti lain seperti mengembangkan hobi.
Kegiatan inipun tergantung pada kesehatan, keuangan, gaya hidup dan situasi
keluarga. Lamanya fase ini tergantung pada kemampuan seseorang. Orang yang
selama masa kegiatan aktifnya bekerja dan gaya hidupnya tidak bertumpu pada
pekerjaan, biasanya akan mampu menyesuaikan diri dan mengembangkan kegiatan
lain yang juga menyenangkan. Setelah fase ini berakhir maka akan masuk pada
fase kedua yakni disenchatment phase. Pada fase ini pensiunan mulai merasa
depresi, merasa kosong. Untuk beberapa orang pada fase ini, ada rasa kehilangan
baik itu kehilangan kekuasaan martabat, status, penghasilan, teman kerja,
aturan tertentu. Pensiunan yang terpukul pada fase ini akan memasuki
reorientation phase, yaitu fase dimana seseorang mulai mengembangkan pandangan
yang lebih realistik mengenai alternatif hidup. Mereka mulai mencari aktivitas
baru. Setelah mencapai tahapan ini, para pensiunan akan masuk pada stability
phase yaitu fase dimana mereka mulai mengembangkan suatu set kriteria mengenai
pemilihan aktivitas, dimana mereka merasa dapat hidup tentram dengan
pilihannya.
3. End
of retirement (fase pasca masa pensiun) Biasanya fase ini ditandai
dengan penyakit yang mulai menggerogoti seseorang, ketidak-mampuan dalam
mengurus diri sendiri dan keuangan yang sangat merosot. Peran saat seorang
pensiun digantikan dengan peran orang sakit yang membutuhkan orang lain untuk
tempat bergantung.
Ciri-ciri
Orang Yang Rentan Menderita Post Power Syndrome
1.Orang-orang
yang senangnya dihargai dan dihormati orang lain, yang permintaannya selalu dituruti, yang suka dilayani orang lain. Orang-orang yang senangnya dihargai dan dihormati orang lain, yang permintaannya selalu dituruti, yang suka dilayani orang lain.
2.Orang-orang
yang membutuhkan pengakuan dari orang lain karena kurangnya harga diri, jadi
kalau ada jabatan dia merasa lebih diakui oleh orang lain.
3.Orang-orang
yang menaruh arti hidupnya pada prestise jabatan dan pada kemampuan untuk
mengatur hidup orang lain, untuk berkuasa terhadap orang lain. Istilahnya orang
yang menganggap kekuasaan itu segala- galanya atau merupakan hal yang sangat
berarti dalam hidupnya.
4.Antara
pria dan wanita, pria lebih rentan terhadap post power sindrome karena pada
wanita umumnya lebih menghargai relasi dari pada prestise, prestise dan
kekuasaan itu lebih dihargai oleh pria.
Beberapa
Gejala Post Power Syndrome
1.Gejala
fisik, misalnya tampak kuyu, terlihat lebih tua, tubuh lebih lemah,
sakit-sakitan.
2.Gejala
emosi, misalnya mudah tersinggung, pemurung, senang menarik diri dari
pergaulan, atau sebaliknya cepat marah untuk hal-hal kecil, tak suka disaingi
dan tak suka dibantah.
3.Gejala
perilaku, misalnya menjadi pendiam, pemalu, atau justru senang berbicara
mengenai kehebatan dirinya di masa lalu, senang menyerang pendapat orang,
mencela, mengkritik, tak mau kalah, dan menunjukkan kemarahan baik di rumah
maupun di tempat umum
Post-power syndrome adalah gejala
yang terjadi di mana penderita hidup dalam bayang-bayang kebesaran masa lalunya
(karirnya, kecantikannya, ketampanannya, kecerdasannya, atau hal yang lain),
dan seakan-akan tidak bisa memandang realita yang ada saat ini. Penderita Post
Power Syndrome selalu ingin mengungkapkan betapa bangga dengan masa lalu yang
dilewatinya dengan jerih payah yang luar biasa (menurutnya).
Bila seorang penderita post-power
syndrome dapat menemukan aktualisasi diri yang baru, hal itu akan sangat
menolong baginya. Misalnya seorang manajer yang terkena PHK, tetapi bisa
beraktualisasi diri di bisnis baru yang dirintisnya (agrobisnis atau catering
misalnya), ia akan terhindar dari resiko terserang post-power syndrome. Oleh
karena itu saat ini beberapa perusahaan pemerintah memberikan pelatihan
wirausaha yang dikhususkan untuk calon pensiunan.
Di samping itu, dukungan lingkungan
terdekat, dalam hal ini keluarga, serta kematangan emosi seseorang sangat
berpengaruh untuk melewati fase post-power syndrome ini. Seseorang yang bisa
menerima kenyataan dengan baik akan lebih mampu melewati fase ini dibanding
dengan seseorang yang memiliki konflik emosi. Pastinya akan lebih membutuhkan
banyak proses dan kalau tidak berhasil, biasanya penyakit2 tertentu akan mudah
menyerang seperti pikun, darah tinggi, jantung, diabetes bahkan stroke.
Dukungan dan pengertian dari
orang-orang tercinta sangat membantu penderita. Bila penderita melihat bahwa
orang-orang yang dicintainya memahami dan mengerti tentang keadaan dirinya,
karena sudah tidak mampu mencari nafkah, ia akan lebih bisa menerima keadaannya
dan lebih mampu berpikir secara rasional. Hal itu akan mengembalikan
kreativitas dan produktifitasnya, meskipun tidak sehebat dulu. Namun akan
sangat berbeda hasilnya jika keluarga malah tidak memperdulikannya.
Post-power syndrome dapat menyerang
siapa saja, baik pria maupun wanita. Baik tua maupun muda Kematangan emosi dan
kehangatan keluarga sangat membantu untuk melewati fase ini. Dan cara untuk
mempersiapkan diri menghadapi post-power syndrome antara lain gemar menabung,
hidup sederhana, banyak oleh raga dan pandai bersosialisasi. Karena bila
post-power syndrome menyerang, sementara penderita sudah terbiasa hidup mewah,
makan yang berlemak karna akibatnya akan lebih parah.
Head Office HOUSE OF SUCCESS :
Jl. Purnawirawan (Ratu) No.18 Gedung Meneng, Bandar Lampung.
Telp. 0721 712029 / 0811 727 150
Jl. Purnawirawan (Ratu) No.18 Gedung Meneng, Bandar Lampung.
Telp. 0721 712029 / 0811 727 150
0 komentar:
Posting Komentar