Selamat siang sahabat HOS, kesempatan hari ini HOS akan sedikit mengulas mengenai Homoseksualitas. Apa sih itu Homoseksualitas, dan apa penyebabnya? Untuk kalian yang penasaran, Yuk mulai perlahan-lahan disimak isi informasi yang satu ini dari HOS!
Homoseksualitas merupakan rasaketertarikan romantis dan/atau seksual atau perilaku antara individu berjenis kelamin atau gender yang sama. Sebagai orientasi seksual, homoseksualitas mengacu kepada "pola berkelanjutan atau disposisi untuk pengalaman seksual, kasih sayang, atau ketertarikan romantis" terutama atau secara eksklusif pada orang dari jenis kelamin sama.
Kata homoseksual sendiri adalah hasil penggabungan bahasa Yunani dan Latin dengan elemen pertama berasal dari bahasa Yunani ὁμός homos, 'sama' (tidak terkait dengan kata Latin homo, 'manusia', seperti dalam Homo sapiens), sehingga dapat juga berarti tindakan seksual dan kasih sayang antara individu berjenis kelamin sama, termasuk lesbianisme. Gay umumnya mengacu pada homoseksualitas laki-laki, tetapi dapat digunakan secara luas untuk merujuk kepada semua orang LGBT (Lesbian Gay Bisexual and Transgender). Dalam konteks seksualitas, lesbian, hanya merujuk pada homoseksualitas perempuan. Kata "lesbian" berasal dari nama pulau Yunani Lesbos.
Homoseksualitas adalah salah satu dari tiga kategori utama orientasi seksual, bersama dengan biseksualitas dan heteroseksualitas, dalam kontinum heteroseksual-homoseksual. Bagi para peneliti, jumlah individu yang diidentifikasikan sebagai gay atau lesbian — dan perbandingan individu yang memiliki pengalaman seksual sesama jenis — sulit diperkirakan atas berbagai alasan. Dalam modernitas Barat, menurut berbagai penelitian, 2% sampai 13% dari populasi manusia adalah homoseksual atau pernah melakukan hubungan sesama jenis dalam hidupnya. Sebuah studi tahun 2006 menunjukkan bahwa 20% dari populasi secara anonim melaporkan memiliki perasaan homoseksual, meskipun relatif sedikit peserta dalam penelitian ini menyatakan diri mereka sebagai homoseksual. Perilaku homoseksual juga banyak diamati pada hewan.
American Psychological Association, American Psychiatric Association, dan National Association of Social Workers pada tahun 2006 menyatakan:
“ | Saat ini, tidak ada kesepakatan ilmiah tentang faktor-faktor yang menyebabkan individu menjadi heteroseksual, homoseksual, atau biseksual -termasuk kemungkinan dampak biologis, psikologis, atau sosial orientasi seksual orang tua. Namun, bukti yang tersedia menunjukkan bahwa sebagian besar lesbian dan gay dewasa dibesarkan oleh orangtua heteroseksual dan sebagian besar anak-anak yang dibesarkan oleh orangtua lesbian dan gay tumbuh menjadi heteroseksual. | ” |
Pada tahun 2007, Royal College of Psychiatrists menyatakan:
“ | Meskipun spekulasi psikoanalitik dan psikologis telah berlangsung hampir satu abad, namun tidak ada bukti substantif yang mampu mendukung pendapat bahwa pola asuh atau pengalaman anak periode awal berperan dalam pembentukan dasar orientasi heteroseksual atau homoseksual seseorang. Orientasi seksual bersifat alamiah di alam, dan ditentukan oleh serangkaian interaksi kompleks faktor genetik dan masa kandungan awal. Orientasi seksual, karenanya, bukan merupakan pilihan.[78] | ” |
American Academy of Pediatrics dalam Pediatrics pada tahun 2004 menyatakan:
“ | Orientasi seksual mungkin tidak ditentukan oleh satu faktor, tetapi oleh gabungan pengaruh genetik, hormon, dan lingkungan. Dalam beberapa dekade terakhir, teori-teori biologi telah dikemukakan para ahli. Tetapi, walaupun masih ada kontroversi dan ketidakpastian akan asal usul ragam orientasi seksual manusia, tidak ada bukti ilmiah bahwa kelainan pola asuh, pelecehan seksual, atau sejarah hidup buruk lainnya memengaruhi orientasi seksual. Pengetahuan saat ini berpendapat bahwa orientasi seksual biasanya terbentuk selama usia dini." | ” |
American Psychological Association menyatakan "mungkin ada banyak penyebab terbentuknya orientasi seksual seseorang dan sebab-sebab tersebut berbeda pada tiap individu", dan mengatakan orientasi seksual kebanyakan orang ditentukan pada usia dini. Penelitian tentang bagaimana orientasi seksual pada pria dapat ditentukan oleh faktor genetik atau faktor prenatal lainnya, menjadi perdebatan sosial dan politik terkait dengan isu homoseksualitas, dan juga menimbulkan kekhawatiran tentang profil genetik dan pengujian pralahir.
Profesor Michael King menyatakan: "Kesimpulan yang dicapai oleh para ilmuwan dalam menyelidiki asal usul dan stabilitas orientasi seksual adalah bahwa itu merupakan karakteristik manusia yang terbentuk sejak awal kehidupan, dan tidak dapat berubah. Bukti ilmiah asal usul homoseksualitas dianggap relevan sebagai perdebatan teologis dan sosial karena adanya anggapan bahwa orientasi seksual adalah sebuah pilihan."
Biseksualitas bawaan (atau kecenderungan biseksual) adalah istilah yang diperkenalkan Sigmund Freud, mengacu pada karya rekannya, Fliess Wilhelm, yang menguraikan bahwa semua manusia dilahirkan biseksual tetapi seiring perkembangan psikologis -yang mencakup faktor eksternal dan internal- seorang individu menjadi monoseksual, sementara biseksualitas tetap dalam keadaan laten.
Para penulis dari penelitian pada tahun 2008 menyatakan "ada cukup bukti bahwa orientasi seksual manusia dipengaruhi secara genetik, sehingga tidak diketahui bagaimana homoseksualitas, yang cenderung menurunkan keberhasilan reproduksi, mampu bertahan dalam populasi pada frekuensi yang relatif tinggi". Mereka berhipotesis bahwa "walaupun gen yang membawa kecenderungan homoseksualitas mengurangi keberhasilan reproduksi homoseksual, gen tersebut dapat memberikan beberapa keuntungan pada heteroseksual yang membawa gen itu". Hasil studinya menunjukkan bahwa "gen yang membawa kecenderungan homoseksualitas dapat memberikan keuntungan perkawinan pada heteroseksual, yang dapat membantu menjelaskan evolusi dan terjaganya homoseksualitas dalam populasi". Sebuah studi tahun 2009 juga memperlihatkan peningkatan kesuburan wanita yang signifikan berhubungan dengan keturunan homoseksual dari garis ibu (tetapi tidak pada mereka yang berada pada garis keturunan ayah).
Dalam abstraksi studinya tahun 2010, Garcia-Falgueras dan Swaab menyatakan, "otak janin berkembang selama masa intrauterin ke arah laki-laki melalui kerja testosteron pada sel-sel saraf yang berkembang, atau ke arah perempuan melalui ketiadaan hormon ini. Dengan cara ini, identitas gender kita (keyakinan tergabung dalam gender pria atau wanita) dan orientasi seksual telah diprogram atau diatur dalam struktur otak ketika masih dalam kandungan. Tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa lingkungan sosial setelah kelahiran membawa pengaruh pada identitas gender atau orientasi seksual."
Ini adalah satu-satunya penelitian utama seksualitas perempuan yang telah mempelajari bagaimana perempuan memahami menjadi homoseksual sejak Kinsey pada tahun 1953. Penelitian ini menghasilkan informasi tentang pemahaman umum perempuan dalam hubungan lesbian dan orientasi seksual mereka.
Kaum perempuan berbicara tentang social conditioning, yang membuat "hampir mustahil bagi saya untuk memiliki hubungan seksual yang benar-benar sehat dengan seorang pria". Perempuan lain menyatakan bahwa karena kondisi mereka "perempuan jauh lebih peka terhadap kebutuhan orang lain", maka "kegiatan seksual lebih baik secara fisik dan emosional dengan perempuan", juga mengungkapkan dia lebih menyukai simetri kekuasaan dan estetika antar perempuan. Beberapa perempuan mengungkapkan, "secara pribadi saya lebih suka perempuan, mereka lebih lembut dan penuh kasih sayang", dan beberapa bicara tentang bagaimana mereka menemukan hubungan emosional dengan wanita lebih memuaskan dibandingkan dengan laki-laki, perempuan menjadikan mereka lebih kreatif dan serba bisa. Seorang wanita melaporkan lebih mudah baginya "untuk menyerahkan diri secara emosional terhadap wanita". Seorang wanita yang telah menjadi lesbian selama dua tahun mengatakan ia menjumpai hubungan seksual dengan perempuan lebih menyenangkan baik pada tingkat psikologis maupun fisik daripada dengan laki-laki, hal ini "dikarenakan wanita-wanita yang pernah berhubungan seks dengan saya telah menjadi teman saya telah sebelumnya, yang tidak pernah terjadi dengan laki-laki. Dengan berteman akan terbangun rasa percaya yang saya pikir sangat penting untuk kepuasan keintiman fisik. Berkaitan dengan wanita lain secara fisik nampak seperti hal yang paling alami di dunia. Anda sudah mengetahui bagaimana memberikan ia kesenangan. Kelembutan tampaknya menjadi kunci, dan merupakan perbedaan utama hubungan dengan pria dan wanita." Perempuan berbicara tentang perempuan menjadi pasangan seksual lebih baik dan itu merupakan hal pokok: "Saya menemukan perempuan adalah kekasih yang lebih unggul; mereka tahu apa yang wanita inginkan dan hampir semua punya kedekatan emosional yang tidak pernah dapat dicocokkan dengan seorang pria. Lebih lembut, lebih menimbang dan memahami perasaan, dll" Pandangan muncul dikarenakan laki-laki dianggap sebagai individu yang kaku secara "seksual atau emosional atau lainnya", dan lesbianisme dianggap "sebagai alternatif untuk abstinensi" dan untuk laki-laki umumnya. Pria dianggap layaknya seorang anak kecil, sementara hubungan dengan perempuan digambarkan lebih sebagai "persekutuan diri". Hubungan seks serta hubungan dengan wanita dipandang sebagai cara untuk memperoleh kemerdekaan dari laki-laki; "hubungan seks dengan perempuan berarti merdeka dari laki-laki." Kinerja seksual laki-laki juga adalah masalah lain, "dua puluh menit dengan pria, setidaknya sama dengan satu jam dengan perempuan, atau biasanya lebih", juga perhatian terhadap kebutuhan seksual wanita itu sendiri yang "nampak memiliki tingkat energi lebih berkelanjutan setelah orgasme, dan lebih mungkin untuk mengetahui dan melakukan sesuatu jika saya tidak puas". Salah satu pemahaman tentang perbedaan itu adalah bahwa seks dengan wanita "bukanlah 'pertukaran' atau 'dagang' atau jasa", dan bukan terfokus pada orgasme, dengan "lebih berciuman dan berpegangan" dan "lebih perhatian terhadap kesenangan saya", seks dialami sebagai pembebasan. Seks dengan perempuan juga dipandang sebagai tindakan politik; "Saya melihat lesbianisme seperti menempatkan semua energi saya (seksual, sosial, politik, dll) ke wanita. Seks adalah suatu bentuk kenyamanan sementara berhubungan seks dengan laki-laki adalah untuk memberi mereka kenyamanan." Hite lebih peduli dengan apa yang dikatakan responden ketimbang data kuantitatif. Dia menemukan dua perbedaan paling signifikan antara pengalaman responden dengan laki-laki dan perempuan yaitu fokus pada rangsangan klitoris, dan keterlibatan emosional dan tanggapan orgasmik.
Kaum perempuan berbicara tentang social conditioning, yang membuat "hampir mustahil bagi saya untuk memiliki hubungan seksual yang benar-benar sehat dengan seorang pria". Perempuan lain menyatakan bahwa karena kondisi mereka "perempuan jauh lebih peka terhadap kebutuhan orang lain", maka "kegiatan seksual lebih baik secara fisik dan emosional dengan perempuan", juga mengungkapkan dia lebih menyukai simetri kekuasaan dan estetika antar perempuan. Beberapa perempuan mengungkapkan, "secara pribadi saya lebih suka perempuan, mereka lebih lembut dan penuh kasih sayang", dan beberapa bicara tentang bagaimana mereka menemukan hubungan emosional dengan wanita lebih memuaskan dibandingkan dengan laki-laki, perempuan menjadikan mereka lebih kreatif dan serba bisa. Seorang wanita melaporkan lebih mudah baginya "untuk menyerahkan diri secara emosional terhadap wanita". Seorang wanita yang telah menjadi lesbian selama dua tahun mengatakan ia menjumpai hubungan seksual dengan perempuan lebih menyenangkan baik pada tingkat psikologis maupun fisik daripada dengan laki-laki, hal ini "dikarenakan wanita-wanita yang pernah berhubungan seks dengan saya telah menjadi teman saya telah sebelumnya, yang tidak pernah terjadi dengan laki-laki. Dengan berteman akan terbangun rasa percaya yang saya pikir sangat penting untuk kepuasan keintiman fisik. Berkaitan dengan wanita lain secara fisik nampak seperti hal yang paling alami di dunia. Anda sudah mengetahui bagaimana memberikan ia kesenangan. Kelembutan tampaknya menjadi kunci, dan merupakan perbedaan utama hubungan dengan pria dan wanita." Perempuan berbicara tentang perempuan menjadi pasangan seksual lebih baik dan itu merupakan hal pokok: "Saya menemukan perempuan adalah kekasih yang lebih unggul; mereka tahu apa yang wanita inginkan dan hampir semua punya kedekatan emosional yang tidak pernah dapat dicocokkan dengan seorang pria. Lebih lembut, lebih menimbang dan memahami perasaan, dll" Pandangan muncul dikarenakan laki-laki dianggap sebagai individu yang kaku secara "seksual atau emosional atau lainnya", dan lesbianisme dianggap "sebagai alternatif untuk abstinensi" dan untuk laki-laki umumnya. Pria dianggap layaknya seorang anak kecil, sementara hubungan dengan perempuan digambarkan lebih sebagai "persekutuan diri". Hubungan seks serta hubungan dengan wanita dipandang sebagai cara untuk memperoleh kemerdekaan dari laki-laki; "hubungan seks dengan perempuan berarti merdeka dari laki-laki." Kinerja seksual laki-laki juga adalah masalah lain, "dua puluh menit dengan pria, setidaknya sama dengan satu jam dengan perempuan, atau biasanya lebih", juga perhatian terhadap kebutuhan seksual wanita itu sendiri yang "nampak memiliki tingkat energi lebih berkelanjutan setelah orgasme, dan lebih mungkin untuk mengetahui dan melakukan sesuatu jika saya tidak puas". Salah satu pemahaman tentang perbedaan itu adalah bahwa seks dengan wanita "bukanlah 'pertukaran' atau 'dagang' atau jasa", dan bukan terfokus pada orgasme, dengan "lebih berciuman dan berpegangan" dan "lebih perhatian terhadap kesenangan saya", seks dialami sebagai pembebasan. Seks dengan perempuan juga dipandang sebagai tindakan politik; "Saya melihat lesbianisme seperti menempatkan semua energi saya (seksual, sosial, politik, dll) ke wanita. Seks adalah suatu bentuk kenyamanan sementara berhubungan seks dengan laki-laki adalah untuk memberi mereka kenyamanan." Hite lebih peduli dengan apa yang dikatakan responden ketimbang data kuantitatif. Dia menemukan dua perbedaan paling signifikan antara pengalaman responden dengan laki-laki dan perempuan yaitu fokus pada rangsangan klitoris, dan keterlibatan emosional dan tanggapan orgasmik.
Secara biologis, faktor-faktor seperti anatomi syaraf dan ketidakseimbangan hormonal dapat berpengaruh terhadap orientasi seksual seseorang. Di lain pihak, orientasi seksual juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Suatu ketika, seorang sahabat datang pada saya. Sebagai seorang perempuan, ia merasa memiliki kecenderungan orientasi seksual yang menyimpang. Setelah saya coba untuk menelusuri masa lalunya, ternyata ia memiliki riwayat pengalaman traumatik dengan ayahnya yang otoriter. Ketakutannya terhadap figur ayah inilah yang menjadi benih penyimpangan orientasi seksualnya. Selalu timbul kecemasan dalam batinnya, setiap kali hendak menjalin hubungan dengan laki-laki. Lama kelamaan, ketakutannya terhadap laki-laki ini berkembang menjadi ketertarikan erotis terhadap sesama perempuan. Pada kasus ini, kita dapat melihat bahwa faktor lingkungan lebih berperan dalam membentuk orientasi seksualnya. Akan tetapi, pada beberapa kasus, kita juga menjumpai kecenderungan orientasi seksual menyimpang yang diakibatkan oleh faktor biologis.
Misalnya, ketika seorang laki-laki kelebihan hormon perempuan, maka hal ini dapat mempengaruhi orientasi seksualnya, sehingga memungkinkan ia menjadi biseksual. Jika kondisi ini diikuti dengan kurangnya hormon laki-laki, maka ada kemungkinan ia menjadi homoseksual.
Baik faktor biologis maupun faktor genetik, keduanya berpengaruh dalam penentuan orientasi seksual seseorang. Besar kemungkinan hasil-hasil penelitian kuantitatif yang ditemukan belum mampu memberikan jawaban yang memuaskan. Akibatnya, ada data-data yang saling bertentangan.
Nah, kalo sudah begitu, berarti sudah saatnya bagi kita untuk melakukan tinjauan personal terhadap kasus semacam ini. Artinya, kita tidak lagi mencari kecenderungan umum yang menyebabkan orientasi seksual menyimpang, tetapi lebih pada usaha untuk melakukan penggalian secara kualitatif, mengapa seseorang lebih tertarik secara seksual terhadap mereka yang sejenis, daripada terhadap lawan jenis? Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa faktor penyebab pada tiap individu sangat unik dan sulit digeneralisasi.
Jadi, jika menanyakan apakah komunitas-komunitas semacam ini diperlukan, maka jawaban saya adalah "ya", tetapi diperlukan usaha-usaha untuk melakukan pembinaan terhadap kelompok-kelompok tersebut, agar dapat menjalankan fungsinya secara proporsional.
Dalam konteks Indonesia, menurut saya, komunitas gay dan lesbian ini apabila dibina dengan baik, dapat menjadi suatu dukungan sosial bagi kaum gay dan lesbian. Permasalahannya adalah, kita ini hidup di lingkungan masyarakat yang masih belum bisa menerima fenomena homoseksual sebagai suatu hal yang wajar. Akibatnya, kaum gay dan lesbian di Indonesia dan kebanyakan negara di belahan dunia timur mengalami tekanan dari lingkungan sosialnya.
Muncul suatu stigma terhadap kaum gay dan lesbian. Mereka dibuang dan dikucilkan sebagai sampah masyarakat, sehingga mereka hampir-hampir tidak mampu lagi mengembalikan kepercayaan diri (self confidence) dan penghargaan terhadap dirinya sendiri (self esteem). Di sinilah seharusnya peran komunitas-komunitas gay dan lesbian untuk mengambalikan kepercayaan diri dan harga diri mereka, sehingga bisa berkembang secara optimal sebagai pribadi yang berharga di mata Tuhan dan sesama manusia.
Celakanya, masyarakat kita juga masih banyak yang serta merta mengatasnamakan Tuhan dan menggunakan dogma-dogma keagamaan untuk menghakimi mereka. Padahal Kitab Suci telah mengajarkan agar kita tidak menghakimi. Ambil saja contoh ketika Yesus mencegah orang-orang Yahudi melempari seorang pelacur dengan batu. "Barangsiapa merasa dirinya tak berdosa, bolehlah ia melemparkan batu pertama kali!"
Di lain pihak, saya setuju bahwa komunitas ini mungkin saja menjadikan jumlah kaum gay dan lesbian semakin berkembang, apabila mereka menjalankan fungsi secara tidak proporsional. Kembali pada kasus sahabat saya di Yogyakarta yang saya ceritakan di awal. Kecenderungan homoseksualnya semakin menjadi ketika ia bertemu dengan sesama lesbian. Ketika komunitas gay dan lesbian menjalankan "fungsi misionaris" alias mengadopsi sistem "multi-level marketing". Artinya, komunitas-komunitas ini perlu dibina untuk menjalankan fungsinya secara proporsional, yaitu memberikan dukungan sosial untuk mengembalikan kepercayaan diri dan harga diri kaum gay dan lesbian sebagai kaum minoritas yang tertindas.
Namun ketika komunitas ini beralih fungsi menjadi semacam "Biro Agitasi dan Propaganda" untuk mempromosikan homoseksualitas sebagai suatu gaya hidup, maka ruang gerak mereka perlu dibatasi. Karena hal ini dapat menjadi suatu teror terhadap kaum heteroseks.
Nah, demikian dulu informasi yang bisa HOS berikan siang hari ini. Semoga bermanfaat!
SALAM SUKSES SELALU!!!
Head Office
HOUSE OF SUCCESS
Jl. Purnawirawan (Gg. Ratu) No. 18, Gedung Meneng, Bandar Lampung
No.Telp : 0721- 712029 / 0811727150
HOUSE OF SUCCESS
Jl. Purnawirawan (Gg. Ratu) No. 18, Gedung Meneng, Bandar Lampung
No.Telp : 0721- 712029 / 0811727150
0 komentar:
Posting Komentar